karimun jawa

Minggu, 20 Maret 2011

Embun di Seperempat Pagi


Oleh : Wulan ‘Tsuki Yugure’

Bulan terang benderang di atas sungai, memancarkan cahaya indah. Malam semakin kelam membelam  hanya akan ada sepi yang temani. Aku duduk sendiri di antara bulan dan malam yang kelam, mencari kebahagian di antara bintang yang bertabur di langit malam.
Masih terbayang di kepala kejadian 6 bulan lalu. Tak pernah bisa enyah dari ingatan, bahkan terus hantui aku. Dimanapun, kemanapun aku selalu saja membawa kenangan itu ikut. Seperti rantai dengan  sebongkah batu besar yang selalu gelayuti kaki kemanapun aku melangkah.
Jangan takut…!” kata-kata  yang seharusnya menjadi penenang itu buatku tak ada artinya, malah  itu terdengar sangat menakutkan bila aku mendengarnya .
Kini hatiku gelap akan adanya cinta, yang ada hanya luka yang menganga lebar di atas semua rasa yang aku punya.
****
                       
Pagi ini aku bangun lebih lambat dari biasanya. Badanku rasanya tak ingin beranjak dari tempat tidurku yang nyaman ditambah dengan selimut hangat. Aku mengambil hapeku di atas meja dengan mata setengah terpejam. Pagi ini harus ganti status, karena itu adalah rutinitas baru yang tak akan pernah terlewatkan olehku.
Status pagi ini : malas kali kuliah … jam pertama masih ngantook !!! hoeaaam.
           
Setelah mengganti status yang sebenarnya gak penting buat di komentari aku pun melanjutkan kembali tidurku. Berharap bisa tidur 5 menit lagi. Ini akibat tadi malam aku bergadang sambil online di facebook. Aku chatting dengan orang yang sangat seru hingga aku lupa waktu. Dan … wuaaah aku terbangun jam 07.09 menit, ini sangat gawat. Bagaimana cara aku mengatasi waktu yang terbatas ini? Aku Cuma punya waktu setengah jam 15 menit lagi untuk bisa sampe dikampus tepat waktu dan sekarang aku belum melakukan apapun. Dan jarak tempuh dari rumah ke kampus kira-kira 30 menit.
Gawaat… cmana ini? Mandi aja lah dulu.”
Segera aku menyambar handuk yang ada di belakang pintu kamarku dan langsung beranjak ke kamar mandi. 10 menit  waktuku untuk mandi, sekarang pake baju. Pake baju adalah waktu yang paling banyak menguras pikiran, karena harus memilih yang mana akan kupakai untuk hari ini. Aku melanjutkan kembali aktivitasku dan segera pergi kuliah.
           
            Hari ini aku merasa berat sekali, bukan karena aku sakit. Aku merasa ada yang mengganjal hingga aku merasa perasaanku tak enak hari ini, bahkan akhir-akhir ini. Bawaanku selalu saja melamun ataupun tiba-tiba jantungku berdegup dengan kencang lalu aku merasa sangat sesak tanpa ada kejadian. Apa sebenarnya yang hendak terjadi ?
            “kenapa ?” teman-temanku bertanya setiap  aku menghela nafas “hari ini kau beda dari biasa. Ada kejadian apa ? kesambet setan apa?” aku menjawab hanya dengan senyum.
            Pulang kuliah siang ini aku malas kemana-mana dengan teman-temanku, dan aku memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar disekitar kampusku ini. Setelah mencari tempat yang kuanggap aman, aku segera mengambil laptopku dari dalam tas dan mengaktifkan internetnya. Saatnya online !
            Yang pertama kali kubuka adalah facebook, dan mencari orang untuk chat sambil melanglang buana di dunia maya. Kali ini begitu aku membuka daftar chat online mataku langsung saja mencari seseorang yang akhir-akhir ini sangat asyik di ajak mengobrol. Lelaki itu bernama Mahendra, aku telah mengenalnya lebih dari 2 tahun karena dia adalah seniorku di salah satu kampus. Pasti kalian bertanya kenapa aku tak menemuinya di kampus ? sangat susah untuk bertemu dengannya, dia sudah kerja disalah satu instansi pemerintahan.
[Embun]  pusing bang !
[Mahendra] knapa ?
[Embun] lagi ada masalah, pengen refresinglah!
[Mahendra] refresing kemana ?
[Embun] kemana aja lach. Pokoknya pengen refresing.
[Mahendra] enaknya kemana?
[Embun] pengennya ke taman bermain.
[Mahendra] taman bermain mana asyik. Bagaimana kalo kesuatu tempat yang asyik dan nyaman.
[Embun] dimana itu ?
[Mahendra] Bukit lawang.
[Embun] boleh juga. Kapan?
[Mahendra] enaknya kapan?
[Embun] pengen secepatnya mencuci otak bang.
[Mahendra] minggu ini bagaimana ?
            Aku bengong, kenapa secepat ini. Ini sudah hari kamis dan tinggal 2 hari lagi untuk membuat persiapan. Aku bingung mau ikutan dengannya apa tidak.
[Embun] dengan siapa aja ?
[Mahendra] kita berdua saja.
[Embun] hah... mana asyik.
[Mahendra]  kan tau kalo abang gak suka dengan keramaian. Terserah sih mau nerima atau gak.
[Embun] aku akan pikir kembali. Nanti aku langsung sms abang aja ya ?
[Mahendra] baiklah. Abang tunggu.”
[Embun] OK...

            Setelah berpikir lama, mulai dari berpikir waktu nonton TV, berpikir waktu mandi, berpikir waktu makan, berpikir waktu melamun, akhirnya aku telah mengambil keputusan. Aku mengambil hapeku lalu mengetik sms dan langsung ku kirimkan.
Baiklah bang.
Setelah aku pikir, aku mau ikutan.
Aku percaya sama abang. Aku pikir
Juga tak akan apa-apa. OK bang !!!


            Sudah lama tak bersenang-senang. Aku tak sanggup memikirkan betapa menyenangkannya liburan ini. Aku memegangnya erat dari belakang sambil tetap saja aku memikirkan hal-hal menyenangkan yang akan terjadi dan dia masih melaju dengan kecepatan penuh dengan motornya. Tapi entah kenapa aku merasa ada sesuatu yang aneh, perasaan cemasku tiba-tiba muncul kembali.

            Kami tiba di tempat itu pukul 21.05 dan langsung saja kami berdua mencari penginapan untuk kami berdua tinggali. Kami mencari yang termurah dan terbaik, dan setelah lelah mencari akhirnya kami mendapatkan penginapan yang sangat strategis. Didepan penginapan itu ada air mengalir. Wuih... betapa menyenangkannya bangun tidur langsung mendengar suara air. Setelah beberes dan ganti baju kami pun langsung saja mencari makan diluar penginapan, sambil menikmati suasana malam di bukit lawang yang dingin ketika malam tiba. Sehabis makan langsung kembali kekamar, dia melihatku mengantuk dan mengajakku kembali. Tiba di kamar aku tak diberi kesempatan untuk tidur, dia mengajak aku bermain kartu remi yang sengaja aku beli disaat-saat seperti ini. Dan aku kalah telak, wajahku sudah dipenuhi dengan lipstik. Dia nyengir, menyebalkan.
            Malam merangkak semakin malam. Mataku juga sudah sangat berat untuk tetap berusaha terbuka.
“aku sudah sangat mengantuk.” Ujarku
“begh... katanya anak alam. Masih jam 1 udah ngantuk, apaan itu” aku tak peduli dia berkata apa, tetap saja aku masuk kamar mandi untuk mencuci wajahku lalu naik ketempat tidur dengan seketika tertidur.
“woi... cepat kali tidurnya.”
“ngantuk bang.” Aku langsung saja tertidur disampingnya tanpa peduli dia lelaki atau pun perempuan.

Hingga pada malam itu, antara mimpi dan nyata ketika kesadaranku hanya 0,5 % Suara itu menerkamku dalam diam, dan genggaman tangan itu menjeratku dalam gelap. Tak dapat berkata-kata, seperti gagu. Diam, hening.
            Aku tersadar ketika aku memegang sesuatu. Aku menghempaskan dia lalu aku kembali terdiam. Apa itu ??? aku menangis sebisaku, melukai tubuhku juga sebisaku. Aku takut...
“embun....” aku masih menangis ketika dia mendekati aku “maafin abang, abang khilaf dek !” dia menggenggam tanganku sambil memohon maaf.
“aku takut...” hanya kata-kata itu yang keluar dari mulutku, tubuhku bergetar
“maafin abang, mohon jangan katakan ini pada siapapun. Abang benar-benar khilaf.”
Aku tetap saja menangis hingga air mataku juga tak ada lagi. Dia tetap menungguiku sambil memohon maaf, hingga akhirnya aku mengangguk. Entah memaafkannya atau tidak, aku tak tau yang ku tahu aku hanya mengangguk.

Tangan-tangan itu mengobrak-abrik jiwaku dan seluruh tubuhku. Aku telah benci dengan diriku sendiri yang terlalu percaya pada orang dan aku benci lelaki munafik yang berkelakuan menjijikkan itu. Aku sangatlah benci dengan sentuhan. Aku juga sangat membenci orang-orang yang mengatakan kata-kata yang membuat aku semakin terpuruk itu.
“jangan takut…tenanglah.”

Aku mulai tak percaya kata yang terucap dari mulutmu, mulut mereka, ataupun mulut kau. Aku hanya mempercayai makna yang ada dihatimu, mendetak dijantungmu dan mengalir di darahmu, karena itu lebih jujur. Aku tak percaya kata-kata orang dewasa, sebab mereka hanya menutupi kesalahan mereka dengan kebohongan. Aku tak percaya laki-laki, sebab mereka hanya ingin kepuasan untuk mereka sendiri dan membiarkan aku menganggung harga mati dan menjaga harga diri mereka. Aku gelap mata, aku tak lagi peduli bunuh diri itu ajaran setan atau apa, tapi aku peduli akan sakit yang ku rasa karena aku telah merasakannya.
Itukah namanya bila aku bingung akan pilihan. Pilihan sulit dalam hidupku ketika harus memilih sakit mana yang akan kulewati. Bunuh diri atau merasakan dan menikmati trauma masa lalu itu membayangi hidupku. Mengirisku tipis-tipis dengan sayatan kecil yang menyakitkan.
Entah….
Masih saja gagu !
Trauma.
***
Jika  aku adalah malam, aku ingin ditemani bintang dan juga bulan di tiap malamku. Dalam gugusan bintang aku merindukanmu disetiap malamku sebab kau adalah komet yang tak selalu ada pada malam-malamku, saat ini hanya impian saja.
            Aku masih mencari kepercayaanku yang hilang  di antara seperempat pagi. Aku tetap meraba malam agar sakit ini tak kutanggung sendiri. Aku ingin berbagi. Aku ingin berbagi denganmu, dengan mereka, dengan dia agar sakit ini tak harus ku tanggung sendiri. Lelaki pertama di malam itu berdiri mematung di depan rumahku.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar